Minggu, 07 Oktober 2012

Nursing Informatics


PERAWAT DAN TEKNOLOGI INFORMASI
Di era teknologi informasi dan era keterbukaan ini, masyarakat mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga apabila masyarakat mendapatkan pelayanan  kesehatan yang tidak bermutu maka masyarakat berhak menuntut pada pemberi pelayanan kesehatan. Namun kondisi keterbukaan pada masyarakat saat ini sepertinya belum didukung dengan kesiapan pelayanan kesehatan, salah satunya dalam memenuhi ketersediaan alat dokumentasi yang cepat dan modern dipelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini di Indonesia belum secara luas dimanfaatkan  dengan baik oleh perawat khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama pelayanan keperawatan.
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem pendokumentasian yang baik. Namun pada realitanya dilapangan, asuhan keperawatan yang dilakukan masih bersifar manual dan konvensional, belum disertai dengan sistem /perangkat tekhonolgi yang memadai. Contohnya dalam hal pendokumentasian asuhan keperawatan masih manual, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian dalam praktek. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen. Salah satu bagian dari perkembangan teknologi dibidang informasi yang sudah mulai dipergunakan oleh kalangan perawat di dunia internasional adalah teknologi PDA ( personal digital assistance. Di masa yang akan datang, pelayanan kesehatan akan dipermudah dengan pemanfaatan personal digital assistance (PDA). Perawat, dokter, bahkan pasien akan lebih mudah mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir.
 

KEPERAWATAN PERIOPERATIF


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan: praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Masing-masing dari setiap fase ini dimulai dan berkhir pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktek keperawatan.
1.1.   Fase praoperatif
Fase ini diimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.
Lingkup aktifitas keperawatan: penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anestesi pada pembedahan.
Macam anestesi yang diberikan :
-          Anestesi umum yaitu anestesi yang menghambat sensasi di seluruh tubuh
-          Anestesi lokal yaitu anestesi yangb menghambat sensasi di sebagian tubuh atau di bagian tubuh tertentu.
1.2.   Fase Intraoperatif
Fase ini dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Lingkup aktifitas keperawatan: memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
1.3.   Fase Pascaoperatif
Fase Pascaoperatif imulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Lingkup aktifitas keperawatan:  Mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital  tubuh, serta mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
 
·         FASE INTRAOPERATIF
Tim asuhan keperawatan Intraoperatif
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1.       Anggota steril, terdiri dari :
a.       Ahli bedah utama / operator
Bertanggung jawab atas terlaksananya tindakan pembedahan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan medis bedah dan prosedur teknis tindakan bedah.
b.      Asisten ahli bedah.
Bertanggung jawab atas asistensi dokter ahli bedah dalam melaksanakan tindakan pembedahan sesuai denagn kode etik dan standar pelayanan medis bedah dan prosedur teknis tindakan bedah.
c.       Scrub Nurse / Perawat Instrumen
Tenaga perawa profesional yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan asuhan keperawatan, paket alat pembedahan, selama intraoperatif/ tindakan pembedahan berlangsung, sesuai dengan kode etik dan standar profesi serta prosedur teknis perawatan.

2.      Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
a.       Ahli atau pelaksana anaesthesi.
Bertanggung jawab atas terlaksananya tindakan anestesi sesuai dengan standar pelayanan medis anestesi dan prosedur teknis tindakan anestesi.
b.      Perawat sirkulasi.
Tenaga perawat profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran pelaksanaan tindakan pembedahan.
c.       Anggota lain
Teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit.

·         PRINSIP TINDAKAN KEPERAWATAN SELAMA PELAKSANAAN OPERASI
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
  1. Persiapan psikologis pasien
  2. Pengaturan posisi
  • Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
  • Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
  1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
  2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
  3. Tipe anesthesia yang digunakan.
  4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
c). Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
  1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
  2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
  3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
  4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
  5. Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
  6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
  7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
  8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
  9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
  10. .Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
  11. Penutupan Daerah Steril.
  12. Mempertahankan Surgical Asepsis.
  13. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh.
  14. Monitor dari Malignant Hyperthermia.
  15. Penutupan luka pembedahan.
  16. Perawatan Drainase.
  17. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
PENGKAJIAN 
1. Sebelum dilakukan operasi
a). Pengkajian psikososial
  1. Perasaan takut / cemas.
  2. Keadaan emosi pasien
b). Pengkajian fisik
  1. Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
  2. Sistem integumentum.
  3. Pucat
  4. Sianosis
  5. Adakah penyakit kulit di area badan.
  6. Sistem kardiovaskuler: (a)Apakah ada gangguan pada sistem cardio; (b)Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung; (c)Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi; (d)Kebiasaan merokok, minum alcohol; (e)Oedema. (f)Irama dan frekuensi jantung; (g)Pucat
  7. Sistem pernafasan: (a)Apakah pasien bernafas teratur; (b)Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
  8. Sistem gastrointestinal: Apakah pasien diare ?
  9. Sistem reproduksi: Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
  10. Sistem saraf: Kesadaran ?
  11. Validasi persiapan fisik pasien: (a) Apakah pasien puas ?; (b)Lavemen ?; (c)Kapte ?; (d)Perhiasan?; (e)Make up?; (f)Scheren / cukur bulu pubis?; (g)Pakaian pasien / perlengkapan operasi?; (h)Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat?
2. Selama dilaksanakannya operasi
  • Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a). Pengkajian mental
  • Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b). Pengkajian fisik
  1. Tanda-tanda vital, (Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
  2. Transfusi, (Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
  3. Infus, (Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
  4. Pengeluaran urin, Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan reaksi emosional tertentu oleh pasien baik secara jelas atau tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh individu yang akan dilakukan operasi akan mengalami kekhawatiran. Hal tersebut akan menjadi beban langsung selama pengalaman pembedahan. Pasien yang mengalami pembedahan dilingkupi ketakutan, termasuk ketakutan akan ketidaktahuan, kematian, tentang anestesia dan tentang nyeri. Kekhawatiran mengenai kehilangan waktu kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung jawab mendukung keluarga dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh memperberat ketegangna emosional yang sangat hebat akibat prosedur pembedahan.
Kecemasan dan ketakutan adalah menjadi permasalahan penting setiap pasien yang menghadapi operasi. Kecemasan yang timbul menjelang tindakan anestesi dan operasi akan mengganggu jalannya proses operasi. Kecemasan dapat meningkatkan frekwensi jantung yang dapat berpengaruh pada tekanan darah dan pernafasan pasien. Kecemasan dapat pula mempengaruhi dosis obat anestesi, kenaikan laju basal metabolisme pre anestesi dan meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit. Untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan perlu kamar operasi yang terkesan rilek dan tidak menakutkan. Salah satunya dengan alunan musik di kamar operasi.
Musik bisa meningkatkan kadar endorfin jelas don campbell dalam bukunya The Mozart Effect, Endorfin adalah zat yang dihasilkan tubuh kita untuk meredakan rasa sakit dan diyakini ikut ambil bagian dalam mengontrol respon tubuh terhadap stres, mengatur konstraksi dinding usus dan menentukan suasana hati "kimiawi penyembuh yang dihasilkan oleh kekayaan musik berupa efek kegembiraan membuat tubuh mampu menghasilkan anestetik sendiri dan meningkatkan fungsi imun" Tegas Campbell
Aktivitas di ruang operasi dipusatkan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk perbaikan, koreksi, atau menghilangkan masalah-masalah fisik. Perhatian difokuskan pada reaksi psikologis dan fisiologis pasien.
Dan salah satu manfaat musik adalah bisa dijadikan terapi untuk berbagai kebutuhan seperti pengganti obat depresan bagi mereka yang akan menghadapi meja operasi di rumah sakit. Setiap orang tentu tidak mau menjalani suatu operasi di rumah sakit  dengan alasan apa pun. Namun begitu dokter memvonis harus menjalani hal tersebut, seorang pasien biasanya akan mengalami depresi atu stres saat akan menjalani operasi.
Musik adalah Kesatuan dari kumpulan suara melodi, ritme dan harmoni yang dapat membangkitkan emosi. musik bisa membuat mood menjadi bahagia atau bahkan menguras air mata anda, musik juga bisa mengajak anda untuk turut bernyanyi dan menari atau mengantar kepada sebuah suasana santai. Intinya musik adalah penghibur. Namun kini para ahli menyuarakan nyanyian baru yang mungkin belum pernah di dengar oleh khalayak ramai. yaitu musik sebagai sarana penyembuhan.
Musik ternyata bersifat terapeutik dan bersifat menyembuhkan. Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang di tangkap oleh organ pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar pada otak yang mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengar. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Metabolisme yang lebih baik akan mengakibatkan tubuh mampu membangun sistem kekbalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalaan yang lebih baik tubuh menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit ( dalam Campbel, 1997)
Menurut H.A Lingerman dalam bukunya yang berjudul "The Healing of Music" musik berfungsi untuk:
-          Meningkatkan Vitalitas Fisik
-          Menghilangkan Kelelahan
-          Meredakan Kecemasan dan Ketegangan
-          Meningkatkan Konsentrasi
-          Memperdalam hubungan dan memperkaya persahabatan
-          Merangsang kreativitas dan kepekaan
-          Memperkuat karakter dan perilaku positif

The American Music Therapy Association (1997) mendefinisikan terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (Djohan, 2006)
World Music Federation Therapy (1996) terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang sudah memenuhi kualifikasi terhadpa klien atau kelompok dalam membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapakan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi lainnya.
Dr. Raymond Bahr, pemimpin lembaga jantung di rumah sakit St. Agnes, Baltimore, Amerika, mengemukakan setengah jam mendengarkan musik klasik memiliki efek psikis yang sama dengan minimum 10 miligram valium. Kedengarannya memang dramatis namun yang penting adalah pengakuannya bahwa musik klasik bisa menennangkan kondisi psikis psien (Mangoenprasodjo, 2005).
Alunan musik lembut yang menenangkan dan stimulasi gelombang otak dengan frekuensi deep delta untuk merangsang kondisi relaksasi yang dalam. Pada kondisi deep delta, akan terjadi pelepasan endorphin yang merupakan zat anestesi alami. Membantu menghilangkan atau meringankan berbagai rasa sakit. Meredakan nyeri akibat suatu penyakit, nyeri punggung, rematik arthritis, luka bakar, luka kecelakaan, nyeri penderita kanker, nyeri persendian, nyeri pada otot, nyeri pasca operasi dan jenis nyeri lainnya.